Sipil.umsida.ac.id – Sampah pakaian telah menjadi masalah lingkungan yang semakin serius di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Pertumbuhan tren “fast fashion” yang mendorong gaya hidup konsumtif membuat jumlah limbah pakaian meningkat pesat. Di tengah ancaman pencemaran lingkungan akibat tumpukan sampah pakaian, muncul ide kreatif untuk memanfaatkan limbah ini dalam proyek infrastruktur jalan, dengan menggunakan serat pakaian bekas sebagai bahan campuran dalam pembuatan aspal untuk perkerasan lentur (flexible pavement).
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Atik Wahyuni dan M. Alvan Rizky dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) mengeksplorasi potensi penggunaan serat pakaian bekas sebagai bahan filler dalam campuran hotmix aspal. Penelitian ini merupakan bagian dari upaya untuk mengurangi dampak negatif limbah pakaian sekaligus meningkatkan kualitas infrastruktur jalan di Indonesia. Dalam percobaan ini, serat pakaian bekas diuji sebagai bahan campuran aspal menggunakan metode yang sesuai dengan standar Bina Marga 2010, membandingkan nilai Void In Mix (VIM), Void In Mineral Aggregate (VMA), dan Void In Filled with Asphalt (VFA) antara campuran yang menggunakan serat pakaian bekas, abu pakaian bekas, dan campuran aspal biasa tanpa tambahan.
Inovasi Pemanfaatan Limbah Pakaian Bekas
Limbah pakaian menjadi perhatian utama karena dampak lingkungan yang ditimbulkan, seperti pencemaran sungai dan laut. Sayangnya, hingga kini, penanganan limbah pakaian masih terbatas. Oleh karena itu, diperlukan inovasi yang dapat mengubah sampah pakaian menjadi sesuatu yang bernilai guna. Salah satu inovasi tersebut adalah menggunakan serat pakaian bekas sebagai bahan campuran dalam pembuatan hotmix aspal. Selain mengurangi jumlah limbah, inovasi ini juga diharapkan dapat menghasilkan material jalan yang lebih kuat dan tahan lama.
Dalam penelitian ini, serat pakaian bekas digunakan dalam campuran aspal dengan metode uji yang mengacu pada standar Bina Marga 2010. Penelitian ini melibatkan tiga sampel campuran hotmix aspal: sampel pertama dengan penambahan abu pakaian bekas sebesar 2%, sampel kedua dengan penambahan serat pakaian bekas sebesar 2%, dan sampel ketiga tanpa penambahan bahan apapun. Masing-masing sampel kemudian diuji untuk menentukan nilai VIM, VMA, dan VFA.
VIM (Void In Mix) adalah volume total udara yang berada di antara partikel agregat yang terselimuti aspal dalam campuran yang telah dipadatkan. Sementara itu, VMA (Void In Mineral Aggregate) adalah rongga antar butiran agregat dalam campuran aspal yang sudah dipadatkan serta aspal efektif, dan VFA (Void In Filled with Asphalt) mengukur persentase rongga dalam VMA yang terisi aspal efektif.
Temuan dan Hasil Utama
Hasil pengujian menunjukkan bahwa sampel dengan penambahan serat pakaian bekas belum memenuhi persyaratan volumetrik campuran berdasarkan spesifikasi Bina Marga 2010. Nilai VIM untuk ketiga sampel berada di atas 5%, yaitu antara 7-10%, yang menunjukkan bahwa rongga udara dalam campuran lebih besar dari yang disyaratkan. Rongga udara yang terlalu besar ini dapat menyebabkan campuran aspal menjadi lebih cepat rusak dan tidak tahan lama.
Nilai VMA dari ketiga sampel juga tidak memenuhi syarat minimal 15%, dengan hasil yang didapatkan berada di kisaran 14-15%. Ini menunjukkan bahwa rongga antar mineral dalam campuran aspal belum cukup terisi oleh agregat atau aspal, yang dapat menyebabkan campuran aspal menjadi tidak stabil dan mudah rusak.
Namun, dari segi VFA, ketiga sampel memenuhi persyaratan dengan nilai yang berkisar antara 95-96%, jauh di atas standar minimum yang ditetapkan oleh Bina Marga, yaitu 65%. Ini menunjukkan bahwa campuran aspal memiliki tingkat kepadatan yang cukup baik, meskipun ada kelemahan pada aspek lainnya.
Dari hasil uji stabilitas, hanya sampel yang menggunakan serat pakaian bekas yang menunjukkan nilai stabilitas yang memenuhi syarat, yaitu di atas 800 kg. Sedangkan dua sampel lainnya tidak memenuhi syarat ini. Untuk nilai Flow, semua sampel memenuhi syarat dengan nilai yang lebih besar dari 2, namun hanya sampel ketiga yang memenuhi syarat untuk Marshall Quotient (MQ).
Potensi Aplikasi dan Tantangan
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa campuran flexible pavement dengan penambahan serat pakaian bekas belum dapat memenuhi standar yang ditetapkan oleh Bina Marga untuk penggunaan pada jalan raya dengan lalu lintas tinggi. Namun, campuran ini dapat digunakan pada jalan dengan lalu lintas rendah, seperti jalan lingkungan, jalan pemukiman, atau jalan desa.
Penelitian ini membuka peluang baru dalam pengelolaan limbah pakaian bekas di Indonesia. Meskipun hasil yang diperoleh masih perlu dikembangkan lebih lanjut, penggunaan serat pakaian bekas sebagai bahan filler dalam campuran aspal dapat menjadi solusi inovatif dalam mengatasi masalah limbah sekaligus meningkatkan kualitas infrastruktur jalan di wilayah tertentu.
Dengan terus melakukan penelitian dan pengembangan, diharapkan inovasi ini dapat dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat diaplikasikan secara lebih luas di berbagai proyek infrastruktur jalan di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan pentingnya sinergi antara pengelolaan limbah dan pembangunan infrastruktur untuk menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Sumber: Jurnal
Penulis: Ifa