Jembatan Penyeberangan, Penyelamat Pejalan Kaki di Tengah Padatnya Arus Kendaraan

Sipil.umsida.ac.id – Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) Cinde menjadi sorotan ketika peneliti dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) melakukan kajian terhadap kelayakan struktur fasilitas tersebut pada awal 2024 di Kota Palembang.

karena banyaknya keluhan masyarakat terhadap kondisi jembatan yang rusak dan membahayakan, sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kondisi aktual JPO dan langkah apa yang dapat dilakukan untuk menjaga keselamatan pejalan kaki.

Peran Vital JPO di Tengah Arus Lalu Lintas Perkotaan

Kehadiran Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di wilayah padat kendaraan merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditawar.

Terlebih di kawasan seperti Jalan Jenderal Sudirman, Palembang, di mana JPO Cinde berdiri, arus kendaraan tak pernah berhenti sejak pagi hingga malam.

Di tengah hiruk pikuk kota, pejalan kaki menjadi kelompok paling rentan, karena kerap harus menyeberang di antara kendaraan yang melaju cepat.

Penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal Teknik & Teknologi Terapan Vol. 2 No. 1 Tahun 2024 mengungkap bahwa konflik antara arus kendaraan dan pejalan kaki sangat tinggi apabila tidak tersedia fasilitas penyeberangan yang memadai.

Tanpa JPO, pejalan kaki berisiko tertabrak, lalu lintas menjadi terganggu, dan kapasitas jalan menurun drastis.

Di sinilah peran JPO sangat penting sebagai fasilitas infrastruktur yang tidak hanya menjamin keselamatan, tetapi juga menjaga kelancaran lalu lintas.

Sayangnya, fungsi JPO di berbagai kota sering kali terhambat oleh kondisi fisik yang memprihatinkan. Banyak JPO yang tidak terawat, tampak kotor, atau mengalami kerusakan struktur.

Kondisi seperti ini membuat masyarakat enggan menggunakannya dan memilih menyeberang langsung di jalan, meskipun berbahaya.

Dalam kasus JPO Cinde, para peneliti dari Umsida menemukan bahwa meskipun lokasinya strategis, jembatan ini menunjukkan banyak kerusakan fisik seperti beton tangga dan lantai yang mengelupas hingga tulangan besi terlihat.

Tidak hanya mengganggu estetika, hal ini juga sangat berbahaya karena menandakan adanya potensi penurunan kekuatan struktur akibat korosi.

Analisis Teknikal dan Standar Arsitektural

Penelitian ini tidak hanya mengandalkan observasi visual, tetapi juga menggunakan software analisis struktur SAP2000.

Melalui pemodelan struktur dan analisa beban, termasuk penambahan beban reklame seberat 5000 kg, diperoleh gambaran bahwa struktur JPO Cinde masih mampu menahan beban tersebut secara teknis.

Artinya, dari segi kekuatan, JPO ini belum masuk kategori berbahaya secara struktural, meskipun memerlukan sejumlah perbaikan.

Namun demikian, keandalan arsitektural juga menjadi sorotan penting. Berdasarkan ketentuan teknis dalam Pedoman No. 027/T/Bt/1995 dan dokumen PUPR tahun 2018, JPO pejalan kaki harus memenuhi sejumlah syarat, di antaranya lebar minimum 2 meter, ketinggian minimum 4,6 meter dari permukaan jalan, serta kelengkapan pagar pengaman dan fasilitas disabilitas.

Dari hasil pengukuran dan observasi, beberapa aspek JPO Cinde telah memenuhi ketentuan teknis, seperti lebar jembatan sebesar 2,2 meter, ketinggian bebas 4,74 meter, serta lebar dan tinggi injakan tangga yang masih dalam batas aman.

Namun, cat railing yang mengelupas, absennya fasilitas untuk disabilitas, serta kerusakan pada permukaan beton menunjukkan bahwa perawatan berkala belum dilakukan secara optimal.

Dalam bagian tangga tengah, misalnya, tidak tersedia pelandaian untuk kursi roda, yang seharusnya menjadi bagian dari aksesibilitas universal.

Hal ini mengindikasikan bahwa JPO belum ramah terhadap pengguna disabilitas, padahal standar nasional menekankan pentingnya inklusivitas dalam infrastruktur publik.

Arah Perbaikan dan Harapan untuk Masa Depan

Berdasarkan hasil penelitian ini, tim peneliti merekomendasikan beberapa langkah perbaikan yang sifatnya tidak hanya teknis tetapi juga manajerial.

Di antaranya adalah pemberian grouting pada area beton yang terkelupas untuk menutup kembali tulangan besi agar tidak berkarat, pengecatan ulang pagar jembatan dan lantai agar tidak menimbulkan korosi lebih lanjut, serta penambahan fasilitas pendukung seperti ramp untuk pengguna kursi roda.

Selain itu, penting bagi pemerintah daerah maupun instansi pengelola untuk menjadikan JPO sebagai bagian dari sistem transportasi perkotaan yang terintegrasi.

Hal ini mencakup upaya revitalisasi jembatan secara berkala, peningkatan estetika, pemasangan lampu penerangan, serta edukasi kepada masyarakat agar memanfaatkan JPO demi keselamatan bersama.

Dosen teknik sipil Umsida, Dr Atik Wahyuni ST MT, yang terlibat dalam penelitian ini menegaskan bahwa pemeliharaan JPO tidak boleh dianggap sebagai urusan kecil.

“Jembatan penyeberangan adalah simbol perhatian kota terhadap keselamatan pejalan kaki. Perlu ada sinergi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat agar fungsinya bisa maksimal,” ungkapnya.

Sebagai kesimpulan, JPO bukan hanya jalur alternatif bagi pejalan kaki, tetapi merupakan infrastruktur krusial yang menyelamatkan nyawa.

Studi pada JPO Cinde menjadi pengingat bahwa perhatian terhadap fasilitas publik harus menyeluruh, baik dari segi teknis, estetika, maupun fungsional. Kota yang aman dan manusiawi adalah kota yang memberikan ruang dan keselamatan bagi semua, termasuk pejalan kaki.