Inovasi Pemanfaatan Limbah Pakaian Bekas Sebagai Material Filler Aspal Lentur

Sipil.umsida.ac.id – Limbah pakaian bekas semakin menjadi perhatian serius di tengah tren fast fashion yang terus berkembang. Kebiasaan konsumsi masyarakat yang sering mengganti pakaian menghasilkan akumulasi limbah tekstil yang tidak tertangani dengan baik. Akibatnya, limbah ini sering kali hanya dibuang begitu saja, mencemari sungai dan laut, serta menambah beban pencemaran lingkungan. Menyadari dampak yang signifikan dari limbah pakaian, para peneliti dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo berinovasi dengan memanfaatkan serat pakaian bekas sebagai bahan pengisi (filler) pada campuran aspal lentur (flexible pavement).

Di Indonesia, infrastruktur jalan sebagian besar menggunakan aspal lentur karena keunggulannya dalam memberikan kenyamanan bagi pengguna jalan. Namun, kualitas konstruksi aspal sangat bergantung pada bahan campuran yang digunakan. Penelitian ini tidak hanya bertujuan untuk mengurangi limbah tekstil, tetapi juga mengevaluasi pengaruh serat pakaian bekas terhadap kualitas campuran aspal dari segi durabilitas, fleksibilitas, dan ketahanannya terhadap beban lalu lintas.

Campuran Aspal dengan Serat Pakaian Bekas

Penelitian dilakukan dengan membandingkan tiga jenis campuran aspal:

  1. Sampel 1: Campuran aspal dengan tambahan abu pakaian bekas sebanyak 2%.
  2. Sampel 2: Campuran aspal dengan tambahan serat pakaian bekas sebanyak 2%.
  3. Sampel 3: Campuran aspal tanpa tambahan bahan apapun (kontrol).

Metode pengujian didasarkan pada standar Bina Marga 2010, yang mencakup parameter Void In Mix (VIM), Void In Mineral Aggregate (VMA), dan Void Filled with Asphalt (VFA). Parameter ini digunakan untuk mengevaluasi ketahanan campuran aspal terhadap deformasi, fleksibilitas, dan kemampuannya mengikat aspal. Selain itu, pengujian stabilitas, flow, dan Marshall Quotient (MQ) dilakukan untuk menilai performa keseluruhan campuran.

Evaluasi Kualitas Campuran

Hasil penelitian menunjukkan perbedaan signifikan antara sampel dengan tambahan serat pakaian bekas dan sampel kontrol:

a. Void in Mix (VIM)

  • VIM mengukur volume udara dalam campuran aspal setelah pemadatan. Berdasarkan standar Bina Marga, nilai VIM yang ideal adalah 3,5–5%. Namun, ketiga sampel memiliki nilai VIM di atas standar, yaitu antara 7–10%. Nilai VIM yang terlalu tinggi dapat menyebabkan campuran aspal kurang tahan terhadap deformasi akibat beban lalu lintas.

b. Void in Mineral Aggregate (VMA)

  • VMA mencerminkan volume rongga di antara agregat dalam campuran yang diisi oleh aspal. Nilai minimum yang disyaratkan adalah 15%, tetapi hasil pengujian menunjukkan nilai VMA ketiga sampel berada di bawah standar, yaitu antara 14–15%. Rendahnya nilai VMA mengindikasikan campuran kurang stabil dan rentan terhadap kerusakan akibat oksidasi.

c. Void Filled with Asphalt (VFA)

  • VFA menunjukkan persentase rongga dalam agregat yang terisi aspal. Nilai VFA pada ketiga sampel sangat tinggi, yaitu antara 95–96%, jauh melampaui minimum 65% yang disyaratkan. Hal ini menunjukkan bahwa campuran memiliki kemampuan pengikatan aspal yang baik.

d. Stabilitas dan Marshall Quotient (MQ)

  • Stabilitas tertinggi dicapai oleh sampel dengan tambahan serat pakaian bekas (853 kg), lebih tinggi dibandingkan kontrol (775 kg). Namun, hanya sampel kontrol yang memenuhi nilai MQ minimum 200 kg/mm, sedangkan sampel lainnya gagal karena hasil MQ-nya terlalu rendah.

Implikasi dan Rekomendasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa serat pakaian bekas dapat digunakan sebagai bahan pengisi pada campuran aspal, tetapi penggunaannya terbatas pada kondisi tertentu. Berikut adalah rekomendasi utama dari penelitian ini:

  1. Penggunaan pada Jalan dengan Beban Lalu Lintas Rendah:
    • Campuran aspal dengan serat pakaian bekas lebih cocok untuk jalan lingkungan, jalan perumahan, atau jalan desa yang memiliki lalu lintas rendah. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan campuran dalam memenuhi parameter VIM dan MQ untuk jalan dengan lalu lintas tinggi.
  2. Optimalisasi Formula Campuran:
    • Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengoptimalkan proporsi serat pakaian bekas dan abu dalam campuran, guna meningkatkan stabilitas dan fleksibilitas campuran.
  3. Penerapan Skala Industri:
    • Limbah tekstil dapat dimanfaatkan secara massal sebagai bahan alternatif pengisi aspal, mengurangi jumlah limbah pakaian yang dibuang ke lingkungan.

Solusi Ramah Lingkungan untuk Infrastruktur Jalan

Penelitian ini menunjukkan bahwa serat pakaian bekas memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan alternatif dalam campuran aspal lentur. Meskipun masih memiliki keterbatasan dalam memenuhi beberapa parameter standar, inovasi ini memberikan solusi ramah lingkungan untuk mengurangi limbah tekstil yang terus meningkat. Dengan pengembangan lebih lanjut, pemanfaatan limbah pakaian dapat mendukung keberlanjutan lingkungan sekaligus memberikan alternatif material untuk pembangunan infrastruktur.

Sumber: Wahyuni, A., & Rizki, M. A. (2024). Preloved Clothes Fiber, As a Filler Material for Flexible Pavement.